JAKARTA - Liga Primer Indonesia (LPI) yang dibuka sore ini hanyalah langkah awal saja, tapi masih banyak tantangan yang harus dihadapi LPI. Salah satunya adalah potensi perseteruan antara LPI dengan PSSI.
Akademisi Universitas Indonesia, Effendi Ghazali, mengatakan
potensi bahwa LPI-PSSI dibawa ke ranah politik memang terasa."Saya berusaha betul untuk berusaha di tengah, netral untuk mengomentari hal itu. Ketika media mengatakan bahwa ini adalah pertarungan 'kuning' (Partai Golkar-red) dengan 'biru' (Partai Demokrat-red) berarti memang ada potensi ke arah sana," kata Effendi di acara diskusi bertajuk "Korupsi dan Sepakbola Indonesia, di kantor ICW kalibata, Jakarta, Sabtu (8/1/2011).
Kentalnya aroma politis, LPI sudah terasa sejak dari tarik-menarik izin dari kepolisian. "Kalau dilihat dari bagaimana Polisi tarik-menarik memberikan izin, yang sebelumnya tak diberikan namun akhirnya diberikan, itu saja sudah terlihat nuansa politisnya," kata Effendy.
"Apalagi, LPI hadir di kategori kompetisi dewasa dan ini menimbulkan konflik-konflik besar. Mengapa mereka tidak turun di kompetisi junior? ini kan juga menjadi pertanyaan," tanya Effendi.
Politisasi LPI-PSSI ini juga bisa dilihat dari upaya mediasi yang akan dilakukan oleh komisi X DPR. Usai masa reses, DPR rencananya akan memanggil pengurus PSSI dengan LPI sebagai upaya mediasi.
Namun, Effendy menegaskan yang lebih penting adalah bagaimana melihat terlebih dahulu perkembangan LPI. Pengurus LPI juga sebaiknya, harus transparan dalam pengelolaan keuangan mereka bila ingin disebut sebagai kompetisi profesional dan lebih baik dari kompetisi ISL.
"Kita lihat saja dulu, ini kan kerjaan baik, ini kan perubahan," ujarnya.